Bagaimana Kata-Kata Mempengaruhi Molekul Tubuh Kita
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Masaru Emoto, seorang ilmuwan dan peneliti dari Hado Institute Jepang, menunjukkan fakta yang benar-benar mencengangkan. Yakni: bagaimana kata-kata sangat berpengaruh terhadap kondisi seseorang atau sesuatu benda.
Dalam penelitian tersebut, Dr. Emoto menggunakan Nasi sebagai media penelitian. Nasi yang sama dibagi ke dalam 3 wadah yang berbeda. Kemudian pada nasi pertama, diberi tulisan positif. Seperti, “Kamu baik, I love You, terima kasih," dan lain sebagainya. Nasi kedua diberi tulisan yang negatif. Semisal, “Kamu busuk, jahat, aku benci kamu.” Sementara nasi ketiga dibiarkan saja tanpa tulisan apa-apa.
Setiap hari, nasi-nasi itu dibacakan kata-kata yang tertulis di masing-masing wadahnya. Apa yang terjadi kemudian sangat mengejutkan…
Pada hari ke 27, nasi pertama―yang diberi tulisan positif―menjadi tidak basi. Ia hanya berjamur, tapi jamurnya bukan yang bau, melainkan jamur ragi yang wangi. Nasi kedua, secara mengejutkan menjadi basi, menghitam dan busuk lebih cepat. Sementara nasi ketiga, nampak berkerak kehitaman alami.
Akhirnya Dr. Emoto mengambil kesimpulan bahwa, memang kata-kata memiliki dampak kekuatan yang mempengaruhi kondisi seseorang dan sesuatu.
Hal yang sama juga terjadi pada air. Dalam bukunya The True Power of Water, ia menunjukkan bahwa air yang selalu dibacakan kalimat-kalimat positif membentuk Kristal persegi enam yang sangat indah. Sementara jika kata-kata yang diucapkan adalah negatif, air tersebut kristalnya menjadi rusak dan tak beraturan. (Sementara menurut Dr. Emoto sendiri, Kristal air terbaik adalah air zam-zam dari Mekah, di mana bentuknya sempurna menyerupai berlian.)
Sekarang bagaimana dengan Manusia?
Bukankah 90% tubuh kita adalah air? Jadi kita bisa tebak sendiri bagaimana pengaruh kata-kata positif terhadap tubuh kita.
Dalam penelitian tersebut, Dr. Emoto menggunakan Nasi sebagai media penelitian. Nasi yang sama dibagi ke dalam 3 wadah yang berbeda. Kemudian pada nasi pertama, diberi tulisan positif. Seperti, “Kamu baik, I love You, terima kasih," dan lain sebagainya. Nasi kedua diberi tulisan yang negatif. Semisal, “Kamu busuk, jahat, aku benci kamu.” Sementara nasi ketiga dibiarkan saja tanpa tulisan apa-apa.
Setiap hari, nasi-nasi itu dibacakan kata-kata yang tertulis di masing-masing wadahnya. Apa yang terjadi kemudian sangat mengejutkan…
Pada hari ke 27, nasi pertama―yang diberi tulisan positif―menjadi tidak basi. Ia hanya berjamur, tapi jamurnya bukan yang bau, melainkan jamur ragi yang wangi. Nasi kedua, secara mengejutkan menjadi basi, menghitam dan busuk lebih cepat. Sementara nasi ketiga, nampak berkerak kehitaman alami.
Akhirnya Dr. Emoto mengambil kesimpulan bahwa, memang kata-kata memiliki dampak kekuatan yang mempengaruhi kondisi seseorang dan sesuatu.
Hal yang sama juga terjadi pada air. Dalam bukunya The True Power of Water, ia menunjukkan bahwa air yang selalu dibacakan kalimat-kalimat positif membentuk Kristal persegi enam yang sangat indah. Sementara jika kata-kata yang diucapkan adalah negatif, air tersebut kristalnya menjadi rusak dan tak beraturan. (Sementara menurut Dr. Emoto sendiri, Kristal air terbaik adalah air zam-zam dari Mekah, di mana bentuknya sempurna menyerupai berlian.)
Sekarang bagaimana dengan Manusia?
Bukankah 90% tubuh kita adalah air? Jadi kita bisa tebak sendiri bagaimana pengaruh kata-kata positif terhadap tubuh kita.
Bagaimana Kata-Kata Membentuk Kepribadian Kita
Dalam ilmu Antropologi, ada satu cabang ilmu yang disebut “labelling theory” atau “teori menandai.” Teori ini mengatakan bahwa identitas dan kepribadian seseorang ternyata ditentukan oleh kata apa yang dominan dilabelkan kepadanya. Dengan kata lain, jika seseorang sering dipanggil “si jahat” atau “si pemalu” pada akhirnya benar-benar akan menjadi seperti itu. Jadi hati-hatilah bagaimana anda memanggil anak-anak anda. Begitupun halnya jika seseorang sering diberitahukan hal-hal positif, pada akhirnya ia akan menjadi benar-benar positif dalam hidupnya.
(Kebetulan Labelling Theory ini juga saya bahas pada buku “The Power of Pretending”).
Namun kebanyakan dari kita tidak paham akan hal tersebut. Kita seenaknya saja mengatakan kata-kata negatif kepada anak-anak kita.
Contoh kita menghardik anak-anak: “Kamu kok penakut?” Harapan kita dengan mengatakan begitu, anak-anak akan sadar, dan akhirnya menjadi lebih berani. Jangan harap! Justru ia akan semakin percaya bahwa dirinya adalah penakut. Sehingga ia menjadi benar-benar penakut. Apalagi jika yang mengatakannya adalah orang yang dianggap role model. Seperti orang tua atau guru.
Sejatinya anak-anak itu adalah manusia-manusia paling pemberani. Mereka tidak takut apa-apa, sebab tidak ada konsep takut dalam otaknya. Hanya saja kitalah orang tua yang kerap kali menjejalkan konsep takut itu kepadanya. Misalnya kita katakan, “Kalau kamu tidak tidur siang, nanti digigit hantu loh!” akhirnya, si anak menjadi ketakutan beneran. Sayangnya, hal semacam ini dibawa sampai dewasa. Ketakutan-ketakutan itu mengendap dan mengakar di dalam diri kita selamanya.
Baca juga:
(Kebetulan Labelling Theory ini juga saya bahas pada buku “The Power of Pretending”).
Namun kebanyakan dari kita tidak paham akan hal tersebut. Kita seenaknya saja mengatakan kata-kata negatif kepada anak-anak kita.
Contoh kita menghardik anak-anak: “Kamu kok penakut?” Harapan kita dengan mengatakan begitu, anak-anak akan sadar, dan akhirnya menjadi lebih berani. Jangan harap! Justru ia akan semakin percaya bahwa dirinya adalah penakut. Sehingga ia menjadi benar-benar penakut. Apalagi jika yang mengatakannya adalah orang yang dianggap role model. Seperti orang tua atau guru.
Sejatinya anak-anak itu adalah manusia-manusia paling pemberani. Mereka tidak takut apa-apa, sebab tidak ada konsep takut dalam otaknya. Hanya saja kitalah orang tua yang kerap kali menjejalkan konsep takut itu kepadanya. Misalnya kita katakan, “Kalau kamu tidak tidur siang, nanti digigit hantu loh!” akhirnya, si anak menjadi ketakutan beneran. Sayangnya, hal semacam ini dibawa sampai dewasa. Ketakutan-ketakutan itu mengendap dan mengakar di dalam diri kita selamanya.
Baca juga:
- Benarkah Otak Kita Lebih Mudah Terjebak Dalam Kondisi Negatif, Ketimbang Kondisi Positif?
- 7 Kunci Mengembangkan Kepribadian Positif; Menjadi Orang Yang Lebih Positif
Begitulah pentingnya kata-kata membentuk kepribadian kita. Jadi penting untuk memilih kata-kata yang benar-benar positif yang bisa memberdayakan kehidupan.
Masalahnya setiap hari, lebih kerak kita mengucilkan bahkan menghina diri sendiri. Ketika berdiri di depan cermin, berbagai sumpah serapa lebih gampang mengalir keluar mulut kita daripada pujian-pujian positif.
Bagaimana Kata-kata Membentuk Reputasi Kita
Pada tulisan sebelumnya, tentang bagaimana membangun personal branding, kita telah menguak fakta bahwa, kita sukses bukan sekedar karena kualitas kompetensi kita semata, melainkan juga tentang bagaimana orang-orang mengenali diri kita.
Sebab percuma kita punya kualitas setinggi Empire State Building di Amerika, jika tidak ada orang yang mengetahuinya. Siapa juga yang akan membayar kita? Atau kalaupun kenal, tapi orang-orang mengenal kita keliru, sama juga!
“Kita sukses bukan karena siapa yang kita kenal, melainkan siapa yang mengenal kita.” Ungkap Mario Teguh.
Nah, dalam kasus ini penting untuk memperkenalkan diri kita dengan sebaik mungkin. Dan semua itu bergantung pada kata apa yang kita gunakan untuk memperkenalkan diri kita.
Dengan kata yang tepat, orang akan lebih mudah memahami siapa kita, dan bagaimana kualitas pelayanan kita. Setelah itu, akan kembali lagi pada “labeling theory” tadi. Bahwa orang akan melabelkan kita dengan kata yang tepat, maka semakin mudahlah kesuksesan kita rengkuh.
Sebab percuma kita punya kualitas setinggi Empire State Building di Amerika, jika tidak ada orang yang mengetahuinya. Siapa juga yang akan membayar kita? Atau kalaupun kenal, tapi orang-orang mengenal kita keliru, sama juga!
“Kita sukses bukan karena siapa yang kita kenal, melainkan siapa yang mengenal kita.” Ungkap Mario Teguh.
Nah, dalam kasus ini penting untuk memperkenalkan diri kita dengan sebaik mungkin. Dan semua itu bergantung pada kata apa yang kita gunakan untuk memperkenalkan diri kita.
Dengan kata yang tepat, orang akan lebih mudah memahami siapa kita, dan bagaimana kualitas pelayanan kita. Setelah itu, akan kembali lagi pada “labeling theory” tadi. Bahwa orang akan melabelkan kita dengan kata yang tepat, maka semakin mudahlah kesuksesan kita rengkuh.
Bagaimana Kata-Kata Membentuk Kondisi Lingkungan Kita?
“Ucapan adalah doa.” Begitu orang-orang mengatakan.
Hal ini sangat sejalan dengan hukum Law of Attraction (LoA) yang belakangang menjadi begitu digandrungi. Sama-sama sudah kita pahami, bahwa menurut hukum ini, apapun yang kita pikirkan, itulah yang akan kita kirim ke semesta, dan untuk selanjutnya, oleh semesta akan dikirim balik ke kehidupan kita dalam wujud nyata. “Though become thing!” Pikiran menjadi benda nyata. Begitu para pakar mengistilahkannya.
Jadi dari sini bisa kita simpulkan, bahwa apapun yang kita pikirkan akan membentuk kehidupan kita. Kondisi kita hari ini adalah hasil dari apa yang kita pikirkan kemarin. Dan apa yang akan terjadi besok, ditentukan oleh apa yang kita pikirkan hari ini.
Kita benar-benar mendapatkan apa yang kita pikirkan. “Melalui pikiranlah, kita membentuk dunia kita.” Begitu nasehat Sang Buddha.
Sementara di dalam kitab suci sendiri, Tuhan pernah berfirman, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”
Sekarang bagaimana pikiran kita dibentuk? Menurut Toni Robbins, Motivator No. 1 Se-dunia, kata-kata yang kita gunakan sehari-hari menghasilkan dampak tersendiri pada pikiran kita. Karena itu, dalam bukunya, “Awaken The Giant Within,” ia mengajarkan untuk mengganti perbendaharaan kita. Misalnya, ketika anda lebih cenderung menggunakan kata “saya benci segalanya,” akan terasa lebih berbeda dampaknya ketika anda mengatakan, “saya lebih suka yang lainnya.” Atau misalnya kata “kegagahan” jauh lebih powerful kesannya dari pada “berusaha.” Dari pada mengatakan, “saya baik-baik saja,” akan terasa pengaruhnya jika kita mengatakan, “Saya luar biasa dahsyat!”
Begitulah sebuah kata masing-masing memiliki kesan yang menciptakan gambaran dari pikiran kita. Dan dari sanalah kehidupan kita dibentuk.
Hal ini sangat sejalan dengan hukum Law of Attraction (LoA) yang belakangang menjadi begitu digandrungi. Sama-sama sudah kita pahami, bahwa menurut hukum ini, apapun yang kita pikirkan, itulah yang akan kita kirim ke semesta, dan untuk selanjutnya, oleh semesta akan dikirim balik ke kehidupan kita dalam wujud nyata. “Though become thing!” Pikiran menjadi benda nyata. Begitu para pakar mengistilahkannya.
Jadi dari sini bisa kita simpulkan, bahwa apapun yang kita pikirkan akan membentuk kehidupan kita. Kondisi kita hari ini adalah hasil dari apa yang kita pikirkan kemarin. Dan apa yang akan terjadi besok, ditentukan oleh apa yang kita pikirkan hari ini.
Kita benar-benar mendapatkan apa yang kita pikirkan. “Melalui pikiranlah, kita membentuk dunia kita.” Begitu nasehat Sang Buddha.
Sementara di dalam kitab suci sendiri, Tuhan pernah berfirman, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”
Sekarang bagaimana pikiran kita dibentuk? Menurut Toni Robbins, Motivator No. 1 Se-dunia, kata-kata yang kita gunakan sehari-hari menghasilkan dampak tersendiri pada pikiran kita. Karena itu, dalam bukunya, “Awaken The Giant Within,” ia mengajarkan untuk mengganti perbendaharaan kita. Misalnya, ketika anda lebih cenderung menggunakan kata “saya benci segalanya,” akan terasa lebih berbeda dampaknya ketika anda mengatakan, “saya lebih suka yang lainnya.” Atau misalnya kata “kegagahan” jauh lebih powerful kesannya dari pada “berusaha.” Dari pada mengatakan, “saya baik-baik saja,” akan terasa pengaruhnya jika kita mengatakan, “Saya luar biasa dahsyat!”
Begitulah sebuah kata masing-masing memiliki kesan yang menciptakan gambaran dari pikiran kita. Dan dari sanalah kehidupan kita dibentuk.
Pada akhirnya, demikianlah bagaimana kehidupan kita dibentuk dari kata-kata. Hal yang kerap kali kita pandang remeh dan sepele, ternyata adalah yang paling berdampak membentuk garis kehidupan kita sendiri. Kini pilihan ada di kita punya tangan, mau terjebak dalam perangkap kata-kata negatif, atau menyaringnya, dan memilih untuk gagah dengan kalimat-kalimat positif yang memberdayakan.
Akhirnya, marilah kita pegang teguh kata-kata bijak Kong Hu Chu berikut ini: "Tanpa mengenal kuasa kata-kata, mustahil kita mengenal kuasa manusia."
Jadi, Apa kata-kata anda?
membaca tulisan ini saya jadi teringat sebuah artikel tentang marketing dan penulisan copywriting, dimana kata2 memiliki peranan penting dalam sebuah penjualan, tapi itu konteksnya penjualan beda dengan pegnembangan diri.
ReplyDeleteO iya, saya baru lounching buku pengembangan diri berjudul "Bergumul dengan Sikap Positif" coba cek dulu di link blog saya, barang kali berminat!
Trims
memang mas Daniel.. kata-kata sangat penting dalam penjualan. termasuk juga penjualan pelayanan pribadi (personal branding).
Deletelink blognya mana mas?? coba saya mau cek...
ini link buku saya di blog itu mas http://www.danzierg.com/p/bergumul-dengan-sikap-positif.html
Delete