Hidup laksana grafik harga saham. Naik turun tak tentu arah. Kadang kita menjulang ke atas dengan penuh kebahagiaan dan rasa bangga. Dan tak jarang pula kita terhempas ke bawah dengan kesedihan dan depresi yang mendalam.
Mungkin hari ini kita masih bisa duduk manis di sofa empuk, ditemani secangkir teh aroma rosalia yang sedap, sembari menonton acara kesayangan di TV yang segede gaban.
Namun siapa sangka besoknya kita sudah berada di ekstrim yang 180 derajat berbeda. Semua asset kita hilang ditelan bumi, pekerjaan dan teman sudah tak lagi nampak di depan mata. Dan masa depan menjadi begitu seram dan mengerikan.
Kalau sudah begini, bagaimana mungkin bisa kita nikmati hidup yang menyenangkan dan menenangkan? Liburan dan belanja-belanja cantik itu sudah bagaikan mimpi di siang bolong. Investasi? Wah jangan meledek ya…
Rahasia Hidup Tenang | img from: |
Saya pernah berada di kondisi demikian. Dan memang sangat menyakitkan. Tapi sepertinya tidak ada pilihan lain selain ikhlas dan kemudian bangkit kembali merajut puing-puing hidup dari awal.
Dalam kondisi begini, ketenangan dan kedewasaan pikiran adalah poin kuncinya. Tanpanya, bisa dipastikan kita tak akan mampu untuk bangkit. Bahkan bisa jadi kita mengakhiri nyawa diambang keputus-asaan.
Klinik Hipnoterapi Makassar - Rumah Hipno.com
Apa hukum 10 - 90 itu?
Sederhananya, hukum ini berbunyi, bahwa 10% hidup memang tidak bisa kita kendalikan. Kegagalan, kebangkrutan dan masalah adalah hal-hal yang datang begitu saja tanpa minta persetujuan. Semua itu di luar kendali kita. Namun itu hanya 10 persen. Sisanya, 90 persen hidup adalah selanjutnya kita yang menentukan. Semuanya tergantung pada cara kita menyikapi kejadian tersebut.
Kita yang memilih bagaimana kita akan menghadapi dan meresponnya. Apakah akan kita hadapi dengan pikiran positif, keberanian, kedewasaan dan kelapangan dada. Atau sebaliknya kita bersikap negatif, bersedih hati, marah dan frustasi.
Mungkin anda akan mengatakan, “Teorinya sih gampang. Tapi kenyataannya kan sulit.”
Ya, anda benar. Memang teorinya gampang. Dan memang teori itu harus dibikin segampang mungkin. Sebab kalau teorinya saja rumit, apalagi prakteknya.
Tapi memang demikianlah adanya.
Tuhan berikan masalah untuk menguji diri kita. Apakah layak untuk diangkat ke level yang lebih tinggi dan mulia.
Masalah itu memang berat. Kalau tidak berat, pasti bukan masalah. Tapi melalui masalah, melalui kegagalan, melalui kejatuhanlah kita belajar dan bertumbuh. Hidup punya kurikulumnya sendiri. Kita tidak bisa jago berenang hanya dengan belajar teori berenang. Satu-satunya cara adalah kita harus terjun ke dalam air. Begitupun hidup. Kalau enak terus, nyaman terus, maka kita tidak bertumbuh.
Jadi, jangan takut untuk jatuh. Jangan takut dengan masalah. Jangan takut untuk tidak nyaman. Ingatlah, tidak nyaman berarti bertumbuh!
Meskipun masalah di luar kendali kita, namun jika sedari awal kita sudah tanamkan dalam benak bawah sadar bahwa “I’m responsible for my own life,” maka masalah itu bisa kita minimalisir kemungkinannya.
Dengan mengambil tanggung jawab penuh terhadap hidup kita, artinya kita memilih untuk bersikap proaktif, alih-alih reaktif. Dengan sikap proaktif, (bertanggung jawab penuh) kita mendahului datangnya masalah.
Sebab sebelum masalah bercokol, kita sudah action duluan. Contoh sederhananya, orang bersikap proaktif akan memeriksa bensin kendaraan sebelum bepergian. Kalau memang kurang, langsung diisi. Dengan begini tentu tidak akan ada masalah kehabisan bensin di tengah jalan.
Sebaliknya, orang reaktif hanya bertindak ketika masalah sudah datang. Dan tak jarang, ujung-ujungnya menjadi negatif dan menyalahkan orang lain dan keadaan. Bukannya malah mengambil tanggung jawab untuk mengubah keadaan.
Misalnya file presentasi kita ketinggalan di rumah, sementara klien-klien sudah duduk manis di dalam ruang rapat menanti kita. Kalau reaktif dan tidak bertanggung jawab maka ia akan menyalahkan orang lain (misalnya istrinya). Atau menyalahkan keadaan (misalnya macet jadi tidak bisa pulang untuk mengambil kembali).
Dalam kondisi begini, memang kita cenderung lebih mudah bersikap negatif dan marah-marah. Tapi apa itu menyelesaikan masalah? Tidak! Justru hanya akan memperparah.
Bagaimana jika kita ubah kondisinya dengan tidak menyalahkan siapa-siapa dan apa-apa. Kita akui bahwa ini murni kesalahan kita. Selanjutnya kita berpikir positif dan solutif. Bagaimana menanganinya? Apakah bisa meminta orang rumah untuk mengirim filenya via email? Atau apakah bisa meminta tolong kepada teman dan rekan kerja untuk membantu atau meminjamkan file mereka jika ada? Atau jujur saja dan meminta maaf kepada klien? Kebanyakan orang akan mengerti dan memaklumi jika kita mengakui kesalahan.
Anda tahu itu mata apa? Nampaknya menyeramkan ya..
Scroll ke bawah unutk melihat gambar aslinya
Ini dia gambar aslinya…
See… Dengan mengubah sudut pandang, kita menjadi punya pikiran baru.
Begitupun dalam hidup, terkadang kita terlalu fokus memandang masalah dengan sangat serius. Akibatnya kita tidak bisa melihat secara keseluruhan. Dengan mengubah sudut pandang, kita akan ubah cara kita berpikir dan bersikap terhadap masalah.
Bagaimana melakukannya?
Mulailah dengan bersyukur. Bersyukur (mensyukuri masalah) akan memicu semua sikap dan pikiran positif untuk muncul. Dengan bersyukur kita akan memaksa kita punya pikiran untuk melihat sisi positif suatu masalah.
Ketika sakit misalnya, kita cenderung untuk bersikap negatif dan sedih. Tapi ketika kita syukuri itu sakit, maka kita sedang memaksa pikiran kita untuk positif. Kita sedang mengambil tanggung jawab penuh untuk mengubah 90% hidup kita sesuai yang kita inginkan. Maka pikiran serta merta akan bekerja mendukung pilihan kita.
Pikiran akan mengeluarkan fakta-fakta mengapa sakit ini adalah berkah yang memang layak disyukuri. Kita akan berpikir bahwa lain kali akan lebih rajin olahraga, menjaga pola makan, dan istirahat yang cukup. Kita juga akan menyadari bahwa sakit itu adalah alat penghapus dosa dari Tuhan. Kalau demikian, memanglah sakit itu berkah. Dan kita sedang bersikap positif dan bermental pemenang.
Dengan sandaran yang kokoh, tentu tidak akan mudah kita dijatuhkan. Apalagi ketika menghadapi masalah.
Sandaran itu tergantung masing-masing insan. Ada yang bersandar pada Tuhan, ada yang bersandar pada uang, jabatan, relasi, hingga jimat dan jampi-jampi dari dukun pun ada (Ya, itu urusan masing-masinglah. Bukan ranahnya saya untuk menulis pada artikel ini. Tapi kalau saya pribadi sih, adalah bodoh mengandalkan sesuatu yang lemah dan mudah goyah. Saya lebih percaya kepada Tuhan Yang Maha Berkuasa.).
Intinya manusia membutuhkan sesuatu yang bisa ia andalkan dalam menjalani gejolak hidup ini. Kalau menghadapinya sendirian, mungkin untuk sementara kita akan mampu berdiri tegak dan kokoh, tapi akan ada titik dimana kita lunglai tak berdaya. Di sanalah kita butuh penolong yang kita andalkan.
Karena itulah mengapa orang selalu butuh teman curhat. Tahukah anda bahwa orang curhat itu sebenarnya tidak butuh solusi, mereka cuma butuh pendengar sejati saja. Mereka hanya ingin berbagi kepedihan dan penderitaan mereka. Mereka hanya tidak ingin merasa sendirian saja. Perasaan bahwa ada yang menemani dan mengerti. Itu saja.
Setelah itu kita menjadi akan lebih tenang hidupnya. Ini pasti.
Demikianlah beberapa kiat agar hidup tenang, damai dab bahagia dalam menghadapi gejolak hidup yang tak menentu. Semuanya bergantung pada diri kita sendiri. Akankah kita hadapi dengan sikap pemenang atau larut dalam sembilu kepedihan dan emosi negatif.
Akhirnya jangan katakan pada Tuhanmu bahwa masalahmu sangat besar. Tapi katakanlah pada masalahmu bahwa Tuhanmu sangat besar. Ini akan menenangkan. Bagaimana menurut anda?
Hukum 90-10
Dr. Stephen Covey, penulis buku terlaris “The Seven Habits of Highly Effective People”, menuliskan hukum 90-10. Dan dengan menyadari ini mungkin bisa sedikit membantu kita tetap berpikir positif dalam kondisi yang negatif.Apa hukum 10 - 90 itu?
Sederhananya, hukum ini berbunyi, bahwa 10% hidup memang tidak bisa kita kendalikan. Kegagalan, kebangkrutan dan masalah adalah hal-hal yang datang begitu saja tanpa minta persetujuan. Semua itu di luar kendali kita. Namun itu hanya 10 persen. Sisanya, 90 persen hidup adalah selanjutnya kita yang menentukan. Semuanya tergantung pada cara kita menyikapi kejadian tersebut.
Kita yang memilih bagaimana kita akan menghadapi dan meresponnya. Apakah akan kita hadapi dengan pikiran positif, keberanian, kedewasaan dan kelapangan dada. Atau sebaliknya kita bersikap negatif, bersedih hati, marah dan frustasi.
Mungkin anda akan mengatakan, “Teorinya sih gampang. Tapi kenyataannya kan sulit.”
Ya, anda benar. Memang teorinya gampang. Dan memang teori itu harus dibikin segampang mungkin. Sebab kalau teorinya saja rumit, apalagi prakteknya.
Tapi memang demikianlah adanya.
Tuhan berikan masalah untuk menguji diri kita. Apakah layak untuk diangkat ke level yang lebih tinggi dan mulia.
Masalah itu memang berat. Kalau tidak berat, pasti bukan masalah. Tapi melalui masalah, melalui kegagalan, melalui kejatuhanlah kita belajar dan bertumbuh. Hidup punya kurikulumnya sendiri. Kita tidak bisa jago berenang hanya dengan belajar teori berenang. Satu-satunya cara adalah kita harus terjun ke dalam air. Begitupun hidup. Kalau enak terus, nyaman terus, maka kita tidak bertumbuh.
Jadi, jangan takut untuk jatuh. Jangan takut dengan masalah. Jangan takut untuk tidak nyaman. Ingatlah, tidak nyaman berarti bertumbuh!
Menjadi Reaktif atau Proaktif
Kita semua sudah hafal mati, bahwa kunci perubahan nasib letaknya pada diri kita sendiri. Tuhan enggan mengubah kita punya nasib, jika kita tidak berusaha mengubahnya.
Meskipun masalah di luar kendali kita, namun jika sedari awal kita sudah tanamkan dalam benak bawah sadar bahwa “I’m responsible for my own life,” maka masalah itu bisa kita minimalisir kemungkinannya.
Dengan mengambil tanggung jawab penuh terhadap hidup kita, artinya kita memilih untuk bersikap proaktif, alih-alih reaktif. Dengan sikap proaktif, (bertanggung jawab penuh) kita mendahului datangnya masalah.
Sebab sebelum masalah bercokol, kita sudah action duluan. Contoh sederhananya, orang bersikap proaktif akan memeriksa bensin kendaraan sebelum bepergian. Kalau memang kurang, langsung diisi. Dengan begini tentu tidak akan ada masalah kehabisan bensin di tengah jalan.
Sebaliknya, orang reaktif hanya bertindak ketika masalah sudah datang. Dan tak jarang, ujung-ujungnya menjadi negatif dan menyalahkan orang lain dan keadaan. Bukannya malah mengambil tanggung jawab untuk mengubah keadaan.
Misalnya file presentasi kita ketinggalan di rumah, sementara klien-klien sudah duduk manis di dalam ruang rapat menanti kita. Kalau reaktif dan tidak bertanggung jawab maka ia akan menyalahkan orang lain (misalnya istrinya). Atau menyalahkan keadaan (misalnya macet jadi tidak bisa pulang untuk mengambil kembali).
Dalam kondisi begini, memang kita cenderung lebih mudah bersikap negatif dan marah-marah. Tapi apa itu menyelesaikan masalah? Tidak! Justru hanya akan memperparah.
Reaktif Proaktif | img from: |
Memandang Masalah dengan Sudut Pandang Baru
Kerap kali masalah itu menjadi lebih rumit sebab cara kita memandangnya. Perhatikan gambar berikut ini…Anda tahu itu mata apa? Nampaknya menyeramkan ya..
Scroll ke bawah unutk melihat gambar aslinya
Ini dia gambar aslinya…
See… Dengan mengubah sudut pandang, kita menjadi punya pikiran baru.
Begitupun dalam hidup, terkadang kita terlalu fokus memandang masalah dengan sangat serius. Akibatnya kita tidak bisa melihat secara keseluruhan. Dengan mengubah sudut pandang, kita akan ubah cara kita berpikir dan bersikap terhadap masalah.
Bagaimana melakukannya?
Mulailah dengan bersyukur. Bersyukur (mensyukuri masalah) akan memicu semua sikap dan pikiran positif untuk muncul. Dengan bersyukur kita akan memaksa kita punya pikiran untuk melihat sisi positif suatu masalah.
Ketika sakit misalnya, kita cenderung untuk bersikap negatif dan sedih. Tapi ketika kita syukuri itu sakit, maka kita sedang memaksa pikiran kita untuk positif. Kita sedang mengambil tanggung jawab penuh untuk mengubah 90% hidup kita sesuai yang kita inginkan. Maka pikiran serta merta akan bekerja mendukung pilihan kita.
Pikiran akan mengeluarkan fakta-fakta mengapa sakit ini adalah berkah yang memang layak disyukuri. Kita akan berpikir bahwa lain kali akan lebih rajin olahraga, menjaga pola makan, dan istirahat yang cukup. Kita juga akan menyadari bahwa sakit itu adalah alat penghapus dosa dari Tuhan. Kalau demikian, memanglah sakit itu berkah. Dan kita sedang bersikap positif dan bermental pemenang.
Bersandar pada gunung
Dalam feng shui china, diajarkan agar dalam membangun rumah sebaiknya kita membelakangi gunung dan menghadap ke lautan. Filosifinya adalah dalam hidup ini penting untuk memiliki sandaran yang kokoh sekaligus pandangan yang luas. Bukan sebaliknya.Dengan sandaran yang kokoh, tentu tidak akan mudah kita dijatuhkan. Apalagi ketika menghadapi masalah.
Sandaran itu tergantung masing-masing insan. Ada yang bersandar pada Tuhan, ada yang bersandar pada uang, jabatan, relasi, hingga jimat dan jampi-jampi dari dukun pun ada (Ya, itu urusan masing-masinglah. Bukan ranahnya saya untuk menulis pada artikel ini. Tapi kalau saya pribadi sih, adalah bodoh mengandalkan sesuatu yang lemah dan mudah goyah. Saya lebih percaya kepada Tuhan Yang Maha Berkuasa.).
Intinya manusia membutuhkan sesuatu yang bisa ia andalkan dalam menjalani gejolak hidup ini. Kalau menghadapinya sendirian, mungkin untuk sementara kita akan mampu berdiri tegak dan kokoh, tapi akan ada titik dimana kita lunglai tak berdaya. Di sanalah kita butuh penolong yang kita andalkan.
Karena itulah mengapa orang selalu butuh teman curhat. Tahukah anda bahwa orang curhat itu sebenarnya tidak butuh solusi, mereka cuma butuh pendengar sejati saja. Mereka hanya ingin berbagi kepedihan dan penderitaan mereka. Mereka hanya tidak ingin merasa sendirian saja. Perasaan bahwa ada yang menemani dan mengerti. Itu saja.
Setelah itu kita menjadi akan lebih tenang hidupnya. Ini pasti.
Demikianlah beberapa kiat agar hidup tenang, damai dab bahagia dalam menghadapi gejolak hidup yang tak menentu. Semuanya bergantung pada diri kita sendiri. Akankah kita hadapi dengan sikap pemenang atau larut dalam sembilu kepedihan dan emosi negatif.
Akhirnya jangan katakan pada Tuhanmu bahwa masalahmu sangat besar. Tapi katakanlah pada masalahmu bahwa Tuhanmu sangat besar. Ini akan menenangkan. Bagaimana menurut anda?
0 komentar:
Post a Comment